PEMERIKSAAN SPESIFIK
KONDISI SARAF (TEPI)
By : Piphiet
D3 FISIOTERAPI STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
A.Saraf Olfaktorius (N. I)
Pemeriksaan dilakukan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman.
Cara :
Letakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung pasien sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhirupnya bahan tersebut dan mengidentifikasikan bahan yang dihirup.
B.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
1.Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, atau dapat juga pemeriksaan dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
2.Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi jika dapat melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
3.Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/3 10.
Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.
Tes Konfrontasi
Cara :
Jarak terapis – pasien : 60 – 100 cm objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari terapis / ballpoint) di gerakan mulai dari sisi kanan ke kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
Refleks Pupil
Ada dua macam refleks pupil.
1.Respon cahaya langsung
Cara :
Menggunakan senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
2.Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
C.Saraf Okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil.
Ptosis
Cara :
Ptosis positif bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas secara spontan atau mengangkat alis mata secara spontan pula.
Gerakan bola mata.
Cara :
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
a.Bentuk dan ukuran pupil
b.Perbandingan pupil kanan dan kiri. Perbandingan sebesar 1mm masih dianggap normal.
Refleks pupil
a.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
b.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
c.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Cara :
Jika pasien melihat hingnya sendiri kedua kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh dan memfokuskan pandangannya pada suatu objek yang berjarak 15 cm didepan mata pasien. Hasil positif jika tidak terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
D.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi :
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
E.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan reflex
Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.
Cara :
Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain.
Mula-mula-mula menggunakan ujung jarum yang tajam. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul diberi tanda dan pemeriksaan di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tajam menuju daerah yang terasa tumpul.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
Pemeriksaan temperatur tidak diperiksa secara rutin karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri,
Motorik
Cara :
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan terapis berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Refleks
1.Refleks kornea
a.Langsung
Cara :
Pasien diminta melirik kearah kanan atas kemudian kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri.
b.Tak langsung (konsensual)
Cara :
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya. Kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
2.Refleks bersin
Refleks masseter
Cara :
Pasien membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan terapis diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan.
F.Saraf abdusens (N. VI)
Cara :
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
G.Saraf fasialis (N. VII)
1.Tes kekuatan otot
a.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c.Memperlihatkan gigi (asimetri)
d.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f.Menarik sudut mulut ke bawah.
Skala Ugo Fisch
Terdapat lima posisi pemeriksaan :
a.Posisi diam : 20 poin
b.Posisi menggerutkan dahi : 10 poin
c.Posisi menutup mata : 30 poin
d.Posisi bersiul : 10 poin
e.Posisi tersenyum : 30 poin
Empat skala penilaian
0 % : Zero, asimetri komplit, tak ada gerak volunteer
30 % : Poor, kesembuhan kearah asimetri
70 % : Fair, kesembuhan parsial kea rah simetri
100 % : Normal, simetri komplit
MMT Otot Wajah
0 : Zero, tidak ada kontraksi
1 : Trace, kontraksi minimal
3 : Fair, kontraksi, dilakukan susah payah
5 : Normal, kontraksi dan terkontrol
2. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Cara :
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
H.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Pemeriksaan pendengaran
1.Tes Rinne
Cara :
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan normal pasien masih dapt mendengar. Pada tuli saraf pasien masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
2.Tes Weber
Cara :
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
I.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik.
Cara :
Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula, tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Hasil positif : Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak, kemudian disuruh batuk, tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
J.Saraf Asesorius (N. XI)
Cara :
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
K.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Cara :
Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena).
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI PADA SARAF TEPI
A.Tes Lhermitte
Posis pasien : Sitting
Posisi terapis: Dibelakang pasien
Cara :
Pasien duduk santai dan nyaman dengan neck mid position. Tangan terapis diatas kepala pasien (tegak lurus dengan kepala). Berikan tekanan (kompresi) pada kepala dalam berbagai posisi (fleksi, ekstensi, lateral fleksi dextra dan lateral fleksi sinistra).
Hasil :
Positif jika terdapat nyeri pada daerah leher hingga lengan akibat terjepitnya saraf Brachialis.
Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.
B.Tes Distraksi
Posisi pasien : Sitting
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Cara :
Salah satu tangan terapis berada didagu dan tangan yang lain dibelakang kepala kemudian angkat kepala pasien (distraksi).
Hasil :
Positif jika nyeri menghilang.
Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.
C.Tes Finkelstein
Posisi pasien : Sitting or standing
Posis terapis : Didepan pasien
Cara :
Pasien mengepalkan tangannya, diaman ibu jari diliputi atau digenggam oleh jari-jari selanjutnya pasien atau terapis menggerakan kearah ulnar deviasi.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri didaerah radial wrist.
Dapat diberikan pada kasus De Quervain Syndrome.
D.Tes Phallen
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : Didepan pasien
Cara :
Fleksi palmar yang ditahan salah satu tangan selama 30 detik.
Hasil :
Positif jika pasien mengalami kesemutan didaerah karpal.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
E.Tes Tinnel
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : didepan pasien
Cara :
Perkusi atau penekanan n. medianus pada pergelangan tangan (posisi tangan sedikit dorsi fleksi) di daerah ligamentum tranversum dapat menimbulkan rasa nyeri atau kesemutan pada jari-jari yang dilalui oleh n. medianus.
Hasil :
Positif jika nyeri pada daerah yang dilalui n. medianus.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
F.Torniquet test
Posis pasien : Supine lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Menggunakan tensimeter cuff dipasang pada lengan atas diatas tekanan sistolik selama 1-2 menit, biasanya dipasang pada tekanan 220 mmHg. Pada tes ini akan terjadi peningkatan rasa nyeri dan semutan pada daerah distribusi n. medianus, karena bagian yang terjepit pada n. medianus di daerah carpal tunnel lebih sensitif terhadap ischemia dari pada saraf yang normal.
Hasil :
Positif bila terdapat rasa nyeri dan kesemutan didaerah n. medianus.
G.Luthy's sign (bottle's sign)
Posisi pasien : Sitting or standing
Posis terapis : didepan pasien
Cara :
Pasien diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Hasil : Positif bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
H.Adson Tes
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : Didepan menyamping pasien
Cara :
Pasien menarik dagunya dan menengok sejauh mungkin ke satu arah dan meminta pasien menarik nafas sedalam mungkin dan terapis menekan arteri radialis.
Hasil :
Positif bila nteri pada arteri radialis.
I.Tes Eden
Posisi pasien : Standing
Posis terapis : Disamping pasien
Cara :
Berikan penekanan pada arteri radialis, kemudian traksi pada lengan atau pasien menjatuhkan badannya (badan pasien miring).
Hasil :
Positif jika pasien mersakan nyeri dan kesemutan pada arteri radialis.
J.Laseigue’s Test
Posis pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee ekstensi
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (350 – 750), bila pasien mengeluh nyeri pada pantat atau paha belakang.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
K.Bragard’s Test
Posisi pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (250 – 650), disertai dorsi fleksi ankle.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
L.Neri Test
Posis pasien: Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (250 – 650),lalu gerakan dorsi fleksi ankle disertai dengan mengangkat kepalanya (fleksi neck).
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
M.Slump Test
Posisi pasien : Sitting
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu kanan kiri untuk memepertahankan posis fleksi limbal, selanjutnya pasien diminta menggerakan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, (kemudian terapis mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebra tersebut dengan memberi tekanan pada kepala bagian belakang, terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, jika pasien tidak mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.
Hasil :
Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.
N.Sitting Root Test
Tes ini merupakan modifikasi dari slump test
Posisi pasien : Sitting dengan hip fleksi 900 , leher fleksi
Cara :
Aktif ekstensi lutut.
Hasil :
Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan syaraf Isciadikus.
O.Brudzinski-Kernig Test
Posisi pasien : Supine lying dengan kedua tangan di belakang kepala
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Aktif fleksi neck diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian fleksi knee.
Hasil :
Bila saat hip di fleksikan (denagn lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut difleksikan nyeri hilang berarti tes positif
P.Prone Knee Bending (PKB/Nachlas) Test
Posisi pasien : Prone lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (jangan sampai terjadi gerak rotasi hip) dan menahannya ada posisi maksimal fleksi sekitar 45-60 detik
Hasil :
Bila nyeri pada punngung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi penekanan akar syaraf L2 atau L3.
Q.Naffziger’s Test
Posisi pasien : Standing
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Cara :
Terapis menekan pada kedua vena jugularis dan menyuruh pasien mengejan atau batuk.
Hasil :
Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif.
R.Tes Patrick
Posisi pasien : Supine lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Tempatkan maleolus lateralis tungkai yang terkena pada lutut yang sehat dan terapis memberikan penekanan pada knee yang difleksikan.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri pada daerah panggul.
S.Tes Contra Patric
Posis pasien : Supine lying
Posisi terapis : disamping pasien
Cara :
Fleksi dan endorotasikan tungkai yang sakit serta gerakan adduksi kemudian terapis member penekanan sejenak pada knee.
Hasil :
Positif bila pasien nyeri didaerah garis sendi sakroiliaka.
T.Tes Gaenslen
Posisi pasien : Supine lying dengan kedua knee fleksi
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Pasien supine lying dengan kedua knee fleksi. Kemudian pasien diminta menggantungkan tungkai yang berada ditepi bed.
Hasil :
Positif bila nyeri terasa disendi sakroiliaka ipsilateral pada saat tungkai itu dilepaskan untuk bergantung di tepi bed.
DAFTAR PUSAKA
Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. 2008. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta: Dian Rakyat.
Bates, Barbara. 1995. PEMERIKSAAN FISIK & RIWAYAT KESEHATAN. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
De Wolf dan Mens. 1990. PEMERIKSAAN ALAT PENGGERAK TUBUH. Deurne-Antwerpen.A.N de Wolf.
Konin, Jeff G, dkk. 1997. SPECIAL TEST FOR ORTHOPEDIC EXAMINATION. GroveRoad: SLAC Incorporated.
http://www.perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?option=com_content&view=article&id=76:neuropati-entrapmen-pada-ekstremitas-atas&catid=45:artikel&Itemid=63
http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=9&Itemid=7
http://72.14.235.132/search?q=cache:fFDGdeifBXgJ:library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-aldi2.pdf+phalen+test&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://cetrione.blogspot.com/2008/05/entrapment-neuropati.html
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Atas.html
KONDISI SARAF (TEPI)
By : Piphiet
D3 FISIOTERAPI STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
A.Saraf Olfaktorius (N. I)
Pemeriksaan dilakukan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman.
Cara :
Letakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung pasien sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhirupnya bahan tersebut dan mengidentifikasikan bahan yang dihirup.
B.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
1.Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, atau dapat juga pemeriksaan dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
2.Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi jika dapat melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
3.Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/3 10.
Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.
Tes Konfrontasi
Cara :
Jarak terapis – pasien : 60 – 100 cm objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari terapis / ballpoint) di gerakan mulai dari sisi kanan ke kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
Refleks Pupil
Ada dua macam refleks pupil.
1.Respon cahaya langsung
Cara :
Menggunakan senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
2.Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
C.Saraf Okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil.
Ptosis
Cara :
Ptosis positif bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas secara spontan atau mengangkat alis mata secara spontan pula.
Gerakan bola mata.
Cara :
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
a.Bentuk dan ukuran pupil
b.Perbandingan pupil kanan dan kiri. Perbandingan sebesar 1mm masih dianggap normal.
Refleks pupil
a.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
b.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
c.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Cara :
Jika pasien melihat hingnya sendiri kedua kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh dan memfokuskan pandangannya pada suatu objek yang berjarak 15 cm didepan mata pasien. Hasil positif jika tidak terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
D.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi :
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
E.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan reflex
Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.
Cara :
Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain.
Mula-mula-mula menggunakan ujung jarum yang tajam. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul diberi tanda dan pemeriksaan di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tajam menuju daerah yang terasa tumpul.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
Pemeriksaan temperatur tidak diperiksa secara rutin karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri,
Motorik
Cara :
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan terapis berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Refleks
1.Refleks kornea
a.Langsung
Cara :
Pasien diminta melirik kearah kanan atas kemudian kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri.
b.Tak langsung (konsensual)
Cara :
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya. Kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
2.Refleks bersin
Refleks masseter
Cara :
Pasien membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan terapis diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan.
F.Saraf abdusens (N. VI)
Cara :
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
G.Saraf fasialis (N. VII)
1.Tes kekuatan otot
a.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c.Memperlihatkan gigi (asimetri)
d.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f.Menarik sudut mulut ke bawah.
Skala Ugo Fisch
Terdapat lima posisi pemeriksaan :
a.Posisi diam : 20 poin
b.Posisi menggerutkan dahi : 10 poin
c.Posisi menutup mata : 30 poin
d.Posisi bersiul : 10 poin
e.Posisi tersenyum : 30 poin
Empat skala penilaian
0 % : Zero, asimetri komplit, tak ada gerak volunteer
30 % : Poor, kesembuhan kearah asimetri
70 % : Fair, kesembuhan parsial kea rah simetri
100 % : Normal, simetri komplit
MMT Otot Wajah
0 : Zero, tidak ada kontraksi
1 : Trace, kontraksi minimal
3 : Fair, kontraksi, dilakukan susah payah
5 : Normal, kontraksi dan terkontrol
2. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Cara :
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
H.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Pemeriksaan pendengaran
1.Tes Rinne
Cara :
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan normal pasien masih dapt mendengar. Pada tuli saraf pasien masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
2.Tes Weber
Cara :
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
I.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik.
Cara :
Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula, tanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Hasil positif : Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak, kemudian disuruh batuk, tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
J.Saraf Asesorius (N. XI)
Cara :
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
K.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Cara :
Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena).
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI PADA SARAF TEPI
A.Tes Lhermitte
Posis pasien : Sitting
Posisi terapis: Dibelakang pasien
Cara :
Pasien duduk santai dan nyaman dengan neck mid position. Tangan terapis diatas kepala pasien (tegak lurus dengan kepala). Berikan tekanan (kompresi) pada kepala dalam berbagai posisi (fleksi, ekstensi, lateral fleksi dextra dan lateral fleksi sinistra).
Hasil :
Positif jika terdapat nyeri pada daerah leher hingga lengan akibat terjepitnya saraf Brachialis.
Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.
B.Tes Distraksi
Posisi pasien : Sitting
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Cara :
Salah satu tangan terapis berada didagu dan tangan yang lain dibelakang kepala kemudian angkat kepala pasien (distraksi).
Hasil :
Positif jika nyeri menghilang.
Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.
C.Tes Finkelstein
Posisi pasien : Sitting or standing
Posis terapis : Didepan pasien
Cara :
Pasien mengepalkan tangannya, diaman ibu jari diliputi atau digenggam oleh jari-jari selanjutnya pasien atau terapis menggerakan kearah ulnar deviasi.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri didaerah radial wrist.
Dapat diberikan pada kasus De Quervain Syndrome.
D.Tes Phallen
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : Didepan pasien
Cara :
Fleksi palmar yang ditahan salah satu tangan selama 30 detik.
Hasil :
Positif jika pasien mengalami kesemutan didaerah karpal.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
E.Tes Tinnel
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : didepan pasien
Cara :
Perkusi atau penekanan n. medianus pada pergelangan tangan (posisi tangan sedikit dorsi fleksi) di daerah ligamentum tranversum dapat menimbulkan rasa nyeri atau kesemutan pada jari-jari yang dilalui oleh n. medianus.
Hasil :
Positif jika nyeri pada daerah yang dilalui n. medianus.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
F.Torniquet test
Posis pasien : Supine lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Menggunakan tensimeter cuff dipasang pada lengan atas diatas tekanan sistolik selama 1-2 menit, biasanya dipasang pada tekanan 220 mmHg. Pada tes ini akan terjadi peningkatan rasa nyeri dan semutan pada daerah distribusi n. medianus, karena bagian yang terjepit pada n. medianus di daerah carpal tunnel lebih sensitif terhadap ischemia dari pada saraf yang normal.
Hasil :
Positif bila terdapat rasa nyeri dan kesemutan didaerah n. medianus.
G.Luthy's sign (bottle's sign)
Posisi pasien : Sitting or standing
Posis terapis : didepan pasien
Cara :
Pasien diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Hasil : Positif bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat.
Dapat diberikan pada kasus Carpat Tunnel Syndrome.
H.Adson Tes
Posisi pasien : Sitting or standing
Posisi terapis : Didepan menyamping pasien
Cara :
Pasien menarik dagunya dan menengok sejauh mungkin ke satu arah dan meminta pasien menarik nafas sedalam mungkin dan terapis menekan arteri radialis.
Hasil :
Positif bila nteri pada arteri radialis.
I.Tes Eden
Posisi pasien : Standing
Posis terapis : Disamping pasien
Cara :
Berikan penekanan pada arteri radialis, kemudian traksi pada lengan atau pasien menjatuhkan badannya (badan pasien miring).
Hasil :
Positif jika pasien mersakan nyeri dan kesemutan pada arteri radialis.
J.Laseigue’s Test
Posis pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee ekstensi
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (350 – 750), bila pasien mengeluh nyeri pada pantat atau paha belakang.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
K.Bragard’s Test
Posisi pasien : Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (250 – 650), disertai dorsi fleksi ankle.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
L.Neri Test
Posis pasien: Supine lying, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mengangkat tungkai pasien (250 – 650),lalu gerakan dorsi fleksi ankle disertai dengan mengangkat kepalanya (fleksi neck).
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri. Nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang sifatnya central.
M.Slump Test
Posisi pasien : Sitting
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), kemudian beri tekanan (kompresi) pada bahu kanan kiri untuk memepertahankan posis fleksi limbal, selanjutnya pasien diminta menggerakan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, (kemudian terapis mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebra tersebut dengan memberi tekanan pada kepala bagian belakang, terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, jika pasien tidak mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke bahu kanan kiri.
Hasil :
Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.
N.Sitting Root Test
Tes ini merupakan modifikasi dari slump test
Posisi pasien : Sitting dengan hip fleksi 900 , leher fleksi
Cara :
Aktif ekstensi lutut.
Hasil :
Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan syaraf Isciadikus.
O.Brudzinski-Kernig Test
Posisi pasien : Supine lying dengan kedua tangan di belakang kepala
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Aktif fleksi neck diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian fleksi knee.
Hasil :
Bila saat hip di fleksikan (denagn lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut difleksikan nyeri hilang berarti tes positif
P.Prone Knee Bending (PKB/Nachlas) Test
Posisi pasien : Prone lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (jangan sampai terjadi gerak rotasi hip) dan menahannya ada posisi maksimal fleksi sekitar 45-60 detik
Hasil :
Bila nyeri pada punngung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi penekanan akar syaraf L2 atau L3.
Q.Naffziger’s Test
Posisi pasien : Standing
Posisi terapis : Dibelakang pasien
Cara :
Terapis menekan pada kedua vena jugularis dan menyuruh pasien mengejan atau batuk.
Hasil :
Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif.
R.Tes Patrick
Posisi pasien : Supine lying
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Tempatkan maleolus lateralis tungkai yang terkena pada lutut yang sehat dan terapis memberikan penekanan pada knee yang difleksikan.
Hasil :
Positif bila terdapat nyeri pada daerah panggul.
S.Tes Contra Patric
Posis pasien : Supine lying
Posisi terapis : disamping pasien
Cara :
Fleksi dan endorotasikan tungkai yang sakit serta gerakan adduksi kemudian terapis member penekanan sejenak pada knee.
Hasil :
Positif bila pasien nyeri didaerah garis sendi sakroiliaka.
T.Tes Gaenslen
Posisi pasien : Supine lying dengan kedua knee fleksi
Posisi terapis : Disamping pasien
Cara :
Pasien supine lying dengan kedua knee fleksi. Kemudian pasien diminta menggantungkan tungkai yang berada ditepi bed.
Hasil :
Positif bila nyeri terasa disendi sakroiliaka ipsilateral pada saat tungkai itu dilepaskan untuk bergantung di tepi bed.
DAFTAR PUSAKA
Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. 2008. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Jakarta: Dian Rakyat.
Bates, Barbara. 1995. PEMERIKSAAN FISIK & RIWAYAT KESEHATAN. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
De Wolf dan Mens. 1990. PEMERIKSAAN ALAT PENGGERAK TUBUH. Deurne-Antwerpen.A.N de Wolf.
Konin, Jeff G, dkk. 1997. SPECIAL TEST FOR ORTHOPEDIC EXAMINATION. GroveRoad: SLAC Incorporated.
http://www.perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?option=com_content&view=article&id=76:neuropati-entrapmen-pada-ekstremitas-atas&catid=45:artikel&Itemid=63
http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=9&Itemid=7
http://72.14.235.132/search?q=cache:fFDGdeifBXgJ:library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-aldi2.pdf+phalen+test&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://cetrione.blogspot.com/2008/05/entrapment-neuropati.html
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Atas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar